Bojonegoro — Jumlah perkara perceraian di Kabupaten Bojonegoro terus menunjukkan kenaikan. Sepanjang Januari hingga Oktober 2025, Pengadilan Agama (PA) Bojonegoro mencatat 2.433 perkara yang masuk. Angka ini naik dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 2.360 perkara.
Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro, Solikin Jamik, menjelaskan bahwa dari total perkara tersebut, cerai gugat mendominasi dengan 1.828 kasus, sementara cerai talak tercatat 605 kasus.
Menurutnya, tren ini menunjukkan bahwa sebagian besar permohonan perceraian diajukan oleh pihak istri, terutama dipicu oleh persoalan ekonomi dan perselisihan berkepanjangan.
Solikin merinci, faktor ekonomi menduduki posisi tertinggi dengan 1.101 kasus, disusul perselisihan terus-menerus sebanyak 767 kasus. Selain itu, pengaruh judi juga menjadi faktor signifikan dengan 133 perkara.
“Tekanan kebutuhan hidup dan penghasilan yang tidak stabil menjadi penyebab utama rumah tangga tidak mampu bertahan,” ujarnya.
Dari sisi demografi, mayoritas pihak yang mengajukan perceraian berada pada rentang usia 21 hingga 40 tahun, mencapai lebih dari 70 persen dari total perkara.
Kebanyakan pasangan tersebut telah menjalani pernikahan antara lima hingga lima belas tahun sebelum memutuskan berpisah.
Sementara itu, Kecamatan Dander, Sumberrejo, dan Kedungadem menjadi wilayah dengan jumlah perkara perceraian tertinggi.
Solikin menilai daerah dengan kepadatan penduduk dan aktivitas ekonomi yang tinggi cenderung memiliki angka perceraian lebih besar. “Kondisi sosial ekonomi di wilayah padat penduduk memang sangat berpengaruh,” pungkasnya.
