Santri Bojonegoro Bergerak Jaga Marwah Pesantren: Aksi Damai, Suara Moral dari Kalangan Berakhlak

Pastipas.id, Bojonegoro – Bukan amarah yang membakar semangat mereka, melainkan cinta dan keprihatinan. Puluhan santri dan alumni pesantren asal Bojonegoro, Senin (21/10/2025), berangkat menuju Surabaya dengan satu tekad: menjaga kehormatan kiai dan marwah pesantren. Di bawah bendera aksi moral #JagaPesantren, mereka bergabung dengan ribuan santri se-Jawa Timur, menyerukan pembelaan secara damai atas dunia pesantren yang dianggap dilecehkan lewat tayangan salah satu program televisi nasional. Dari terminal keberangkatan Bojonegoro, satu bus penuh anggota Himpunan Alumni Santri Lirboyo (HIMASAL) tampak bergerak perlahan. Wajah-wajah muda dan tua berpadu dalam satu niat yang sama. Di antara lantunan salawat dan zikir, terpatri rasa tanggung jawab moral untuk meluruskan pandangan publik tentang dunia pesantren — tempat mereka menimba ilmu dan adab. Ketua HIMASAL Cabang Bojonegoro, KH. Mohammad Shofiyulloh Masyhur, menegaskan bahwa langkah mereka bukanlah bentuk perlawanan, melainkan seruan hati nurani. “Kami membawa pesan damai. Santri selalu menjunjung akhlakul karimah, tapi ketika kehormatan kiai tersentuh, kami wajib bergerak,” ujarnya sebelum keberangkatan, dengan nada teduh namun tegas. Aksi #JagaPesantren sendiri diinisiasi oleh Aliansi Santri Nderek Kiai, yang beranggotakan HIMASAL se-Jawa Timur, IMAP, IKABU, IASS, dan sejumlah organisasi alumni pesantren lain. Ribuan santri dijadwalkan berkumpul di Masjid Al-Akbar Surabaya sebelum bergerak menuju Gedung DPRD Jawa Timur. Bus-bus dari berbagai daerah menjadi simbol kuat bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, tapi juga benteng moral bangsa. Kekompakan santri terlihat dalam keseragaman: baju putih, sarung gelap, dan kopiah hitam. Pakaian sederhana itu menjelma lambang kesatuan nilai — kesucian niat, keteguhan akhlak, dan solidaritas di bawah panji para kiai. Bagi mereka, kehormatan pesantren bukan sekadar isu kelembagaan, tetapi soal harga diri peradaban yang telah menanamkan ilmu dan budi pekerti di bumi Nusantara. Dalam pernyataan sikapnya, Aliansi Santri menuntut dua hal utama: permohonan maaf terbuka dari pihak Trans7 kepada Romo KH. M. Anwar Manshur, serta langkah tegas dari Komisi Penyiaran Indonesia untuk menjaga etika siaran nasional. Tuntutan itu disuarakan bukan untuk mencari sensasi, melainkan untuk mengembalikan keseimbangan antara kebebasan media dan tanggung jawab moral publik. Keberangkatan santri Bojonegoro ini menjadi cermin bahwa di tengah derasnya arus digital dan modernitas, dunia pesantren masih memegang peran penting sebagai penjaga nilai dan martabat bangsa. Mereka bergerak bukan karena kebencian, tapi karena cinta — cinta kepada kiai, pesantren, dan Indonesia yang beradab.(red)

admin

Saya hanya anak desa yang ingin bermanfaat untuk dunia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama