Pastipas.id– Saat pagi menyapa Bojonegoro dengan semilir angin pedesaan dan bau tanah yang menguar dari ladang minyak tua di Wonocolo, secercah harapan besar tengah menyala. Harapan itu bukan sekadar milik pemerintah atau akademisi, tetapi tumbuh dari tangan-tangan masyarakat desa yang menjaga tanah kelahirannya—menyulam warisan geologi menjadi cerita masa depan.
Kini, harapan itu berada di persimpangan sejarah: Geopark Nasional Bojonegoro melaju ke panggung internasional sebagai kandidat UNESCO Global Geopark (UGGp) tahun 2025.
Bojonegoro, bersama Ranah Minang Silokek dari Sijunjung, terpilih menjadi dua besar "Aspiring UGGp" setelah melalui proses seleksi nasional yang ketat.
Pengumuman resmi itu datang dari Kementerian Bappenas melalui surat tertanggal 30 Juni 2025, mengabarkan kabar baik yang disambut haru dan bangga oleh seluruh warga Bojonegoro. Skor Bojonegoro tak main-main: 81,30 dari 100 poin, nyaris menyamai Silokek yang unggul tipis di angka 86,35.
Bagi Achmad Gunawan, Kepala Bappeda Bojonegoro, ini bukan sekadar angka. Ini adalah validasi sejarah—bahwa Bojonegoro tidak hanya dikenal sebagai kabupaten migas, tapi juga penjaga jejak bumi jutaan tahun yang lalu.
"Ini bukan perjalanan instan. Sejak 2017, kami sudah mulai menata langkah. Melewati suka-duka, mengurai tantangan. Tapi yang paling penting adalah bagaimana masyarakat setempat turut merasa memiliki,” ujar Gunawan, matanya berbinar penuh keyakinan.
Gunawan paham, yang menghidupkan geopark bukan sekadar batuan tua, tetapi cerita yang terbangun dari generasi ke generasi—tentang Kayangan Api yang abadi, fosil gigi hiu purba di Temayang, hingga struktur antiklin Kawengan yang membuka rahasia perut bumi.
Kelima kawasan geologi yang telah ditetapkan sebagai Cagar Alam Geologi itu kini menjadi titik simpul dari sebuah mimpi besar. Dari Wonocolo hingga Drenges, tiap lekuk tanah menyimpan narasi yang ingin dunia dengarkan.
Namun, jalan menuju pengakuan UNESCO belum usai. Tim pengelola kini tengah menyusun dossier, dokumen komprehensif yang harus rampung sebelum 30 November 2025. Dalam proses ini, mereka bahkan menggandeng para guru SD dan SMP untuk menyisipkan kisah geopark ke dalam pelajaran, agar anak-anak tumbuh dengan rasa bangga terhadap tanah mereka.
“Anak-anak adalah generasi pewaris bumi. Kalau mereka tidak paham warisan ini, siapa lagi?” tambah Gunawan.
Bupati Bojonegoro Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah menjadi dua sosok kunci yang terus menyemangati. Mereka bukan hanya hadir dalam rapat atau seremoni, tapi ikut memastikan bahwa geopark ini benar-benar hidup—dalam kebijakan, dalam pendidikan, dan dalam kesadaran kolektif.
"Bahagia dan makmur dimulai dari bangga pada Geopark Bojonegoro," tutup Gunawan, singkat tapi menggugah.
Kini, langkah Bojonegoro tak hanya menuju pengakuan internasional, tapi juga menuju warisan yang lebih agung: sebuah identitas yang lahir dari bumi, dijaga oleh masyarakatnya, dan dikenang oleh dunia.(red)