Pastipas.id - Dalam langkah yang bisa disebut sebagai “revolusi sunyi” di bidang pendidikan, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono mengguncang panggung nasional dengan menandatangani MoU Sekolah Rakyat (SR) di hadapan Menteri Sosial RI, Saifullah Yusuf. Bukan sekadar acara seremoni biasa—penandatanganan ini adalah bendera perang terhadap kemiskinan ekstrem yang selama ini membelenggu Bojonegoro dari akar hingga pucuk.
Dengan penuh keyakinan dan nada emosional, Bupati Wahono menyebut komitmen ini bukan sekadar kebijakan administratif, tapi ikhtiar kemanusiaan.
“Kami tidak sedang membangun gedung sekolah, kami sedang menyelamatkan masa depan,” ucapnya, menggelegar di hadapan pejabat pusat dan tokoh nasional seperti Prof. Mohammad Nuh. Sekolah Rakyat ini bukan sekolah biasa—ini adalah titik balik, sebuah benteng terakhir dalam pertarungan melawan kemiskinan antargenerasi.
Bojonegoro ditetapkan sebagai satu dari 100 kabupaten pelaksana awal program SR. Di tangan Wahono, gedung Diklat di Ngumpak Dalem, Kecamatan Dander, akan disulap menjadi ruang penggemblengan 100 anak miskin dan miskin ekstrem.
Tak hanya diajar membaca dan menulis, mereka akan dibekali mimpi dan martabat. “Sekolah ini bukan hanya tentang buku, tapi tentang harga diri,” tegas Plt Kadinsos Agus Susetyo.
Langkah Bojonegoro hari ini bukan sekadar jejak tinta di atas kertas, tapi jejak sejarah menuju Indonesia Emas 2045. Jika Prabowo punya visi besar tentang keberpihakan sosial, maka Setyo Wahono adalah prajurit garis depan yang mengeksekusinya tanpa ragu. Sekolah Rakyat adalah bom waktu positif: ketika meledak, bukan kehancuran yang muncul, tapi gelombang generasi merdeka dari kemiskinan.(red)