Bojonegoro, 1 Agustus 2025 – Ketika Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bojonegoro semakin sesak dan bangunannya kian rapuh, ancaman tak hanya dirasakan di dalam jeruji, tapi juga di luar tembok penjara. Overkapasitas dan keterbatasan personel pengamanan kini bukan sekadar masalah internal, tetapi sudah menjadi bom waktu bagi keamanan publik di Kabupaten Bojonegoro.
Dengan kapasitas ideal hanya 133 orang, lapas yang berlokasi di tengah kota ini kini dihuni lebih dari 400 narapidana dari berbagai latar belakang kasus. Situasi ini bukan hanya mempersempit ruang gerak para warga binaan, tetapi juga mempersulit kontrol keamanan. Terlebih, hanya enam petugas Polisi Khusus Pemasyarakatan (Polsuspas) yang mengawal ratusan napi tersebut.
“Kalau terjadi kerusuhan atau pelarian massal, siapa yang bisa menjamin keamanannya?” ujar seorang pengamat kebijakan publik di Bojonegoro yang enggan disebut namanya. “Ini bukan soal disiplin napi saja, tapi soal potensi ancaman bagi masyarakat luas.”
Kepala Lapas Bojonegoro, Hari Winarca, menegaskan bahwa permintaan relokasi sudah diajukan sejak 2017 ke Pemerintah Kabupaten. Lahan pengganti pun sudah tersedia di Desa Mojoranu, Kecamatan Dander. Namun selama delapan tahun, proses itu tak pernah benar-benar bergulir. Dua kali pergantian bupati pun tak membawa perubahan berarti.
“Ini bukan sekadar tentang fasilitas yang sudah tua, ini soal hak dasar napi dan rasa aman masyarakat,” tegas Hari.
Fakta ini menjadi ironi tersendiri. Di saat pemerintah daerah menggaungkan penguatan infrastruktur dan reformasi pelayanan publik, justru sistem pemasyarakatan dibiarkan nyaris kolaps.
Beberapa bagian dinding lapas dilaporkan mulai retak, pagar tua makin rapuh, dan ada potensi ‘jebol’ di sejumlah titik. Bila ini terjadi, bukan tidak mungkin Bojonegoro akan menjadi sorotan nasional — bukan karena kemajuan, tetapi karena kegagalan antisipasi krisis keamanan.
Kementerian Hukum dan HAM, serta Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, didesak untuk segera mengambil langkah konkrit. Jangan sampai masyarakat menjadi korban dari sistem yang abai terhadap peringatan dini.
“Lapas itu bukan hanya tempat menghukum, tapi juga indikator kemanusiaan dan keamanan kita,” tutup pengamat tersebut.