Rivalitas Simbolik PDIP vs PSI di Solo: Gimik atau Taktik Politik?



Solo, 27 Juli 2025 – Dinamika politik nasional kembali memanas menyusul kongres dua partai yang sama-sama digelar di Kota Solo pada waktu bersamaan, 19–20 Juli 2025. PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menampilkan wajah baru mereka, bukan hanya dalam agenda politik, tetapi juga dalam simbol-simbol yang menyita perhatian publik.

PDIP, partai berlambang banteng, tengah bersiap mengukuhkan kembali Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum untuk periode 2025–2030, sekaligus memantapkan konsolidasi internal pasca-Pemilu 2024. Di saat yang hampir bersamaan, PSI menggelar kongres dengan momen rebranding besar-besaran: mengganti lambang mawar menjadi gajah berkepala merah—ikon baru yang disebut-sebut punya kemiripan warna dan nuansa dengan banteng PDIP.

Fenomena ini memunculkan spekulasi adanya rivalitas simbolik antara dua partai nasionalis. Meski PDIP secara terbuka menyatakan tidak ambil pusing dengan perubahan identitas PSI, sebagian publik menafsirkan langkah PSI sebagai upaya membangun kesan kekuatan baru dalam panggung politik nasional, terutama dengan posisi Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, sebagai Ketua Umum.

Ketua DPP PDIP Said Abdullah menegaskan bahwa partainya tidak merasa terancam. “PDIP punya basis ideologi dan pemilih yang kokoh sejak 1955. Fokus kami bukan mengurusi partai lain, tapi memperkuat diri untuk masa depan bangsa,” ujarnya.

Sementara itu, elite PSI seperti Giring Ganesha menyebut anggapan kemiripan logo sebagai “cocoklogi” yang berlebihan. “Kami ingin tampil segar dan modern. Gajah adalah simbol kebijaksanaan dan kekuatan, bukan tiruan siapa pun,” katanya.

Pengamat politik Malika Dwi Ana menyatakan bahwa kongres PDIP lebih tepat dibaca sebagai upaya strategis menjawab tantangan internal partai dan agenda nasional, bukan sekadar reaksi terhadap PSI.

 "Isu pemberantasan korupsi, profesionalisasi TNI-Polri, hingga penguatan demokrasi adalah sorotan utama PDIP dalam kongres ini. Narasi 'banteng vs gajah' lebih bersifat simbolis dan konsumsi media ketimbang substansi politik," tulisnya.

Meskipun begitu, kemunculan simbol gajah milik PSI di tengah dominasi banteng di Solo tetap memunculkan pertanyaan: apakah ini pertanda awal dari perang psikologis politik antara dua poros nasionalis? Atau hanya strategi komunikasi PSI untuk mencuri atensi menjelang Pilkada dan Pemilu mendatang?

Satu hal yang jelas, rebranding PSI telah membuka babak baru dalam komunikasi politik di Indonesia. Namun, bagi PDIP, dominasi tetap dibuktikan lewat soliditas kader dan konsistensi ideologis—bukan sekadar pertarungan simbol di ruang publik.

Redaksi

Nothing..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama