Makassar, 27 Juli 2025 – Kementerian Agama Republik Indonesia resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai langkah transformasi pendidikan keagamaan di Indonesia. Peluncuran yang digelar di Asrama Haji Sudiang, dihadiri langsung oleh Menteri Agama Nasaruddin Umar serta jajaran pejabat tinggi Kemenag.
Kurikulum ini hadir sebagai respon atas berbagai krisis kemanusiaan yang selama ini sering kali dipicu oleh perbedaan pandangan dan identitas. KBC dirancang untuk menumbuhkan nilai-nilai cinta kasih, toleransi, empati, dan tanggung jawab ekologis kepada peserta didik sejak usia dini hingga tingkat perguruan tinggi.
“Kita ingin membangun hegemoni sosial yang lebih harmonis. Pendidikan agama seharusnya tidak menanamkan kebencian terhadap yang berbeda, tapi justru menumbuhkan titik temu antarumat manusia,” tegas Menag Nasaruddin dalam sambutannya.
Panduan Kurikulum Cinta telah disusun dan secara simbolis diserahkan kepada sejumlah guru sebagai langkah awal implementasi. Ke depan, Kemenag akan melakukan sosialisasi nasional agar para pendidik bisa memahami dan menerapkan KBC dalam proses belajar mengajar, baik pada mata pelajaran agama maupun lintas disiplin ilmu.
“Akan ada buku panduan khusus untuk para guru. Anak-anak kita harus tetap bisa beragama dengan baik, namun tetap mampu menghargai perbedaan dan hidup berdampingan,” imbuh Nasaruddin.
Acara peluncuran juga dihadiri oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Suyitno, para rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sulsel, dan Penasihat Dharma Wanita Persatuan Kemenag. Kegiatan ini disiarkan secara daring dan luring, sebagai tanda dimulainya gerakan nasional pendidikan berbasis cinta.
Kemenag menargetkan transformasi metode pengajaran, materi ajar, dan penyediaan fasilitas pendukung agar guru dapat membentuk karakter siswa melalui pendekatan kasih sayang dan empati.
Kurikulum ini diyakini mampu melahirkan generasi yang lebih toleran, inklusif, dan memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Menag pun menekankan pentingnya membentuk kebiasaan sosial yang sehat demi masa depan bangsa yang lebih damai.
“Teologi ini harus melahirkan logos yang kuat dan menjadi kebiasaan hidup yang indah. Jika itu terwujud, maka keberagaman tidak akan tampak sebagai perpecahan, tetapi sebagai keindahan dalam cinta,” pungkasnya.
Dengan peluncuran ini, Kemenag berharap seluruh institusi pendidikan keagamaan dapat turut serta membangun Indonesia yang lebih ramah, inklusif, dan berlandaskan cinta kasih.