Pastipas.id – Rencana pengadaan mobil dinas bagi pimpinan DPRD Bojonegoro kembali memicu perdebatan publik. Pasalnya, anggaran senilai lebih dari Rp2,6 miliar untuk keperluan tersebut dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk kemewahan di tengah kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak. Namun, DPRD dan Sekretariat Dewan menegaskan bahwa langkah ini dilandasi alasan efisiensi dan mendukung mobilitas kerja, bukan gaya hidup mewah.
Pengadaan ini merupakan bagian dari total anggaran Rp7,09 miliar dalam paket kendaraan dinas Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tahun anggaran 2025. Kendaraan yang akan dibeli diperuntukkan bagi pimpinan DPRD, termasuk Ketua dan Wakil Ketua Dewan.
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sahudi, menyampaikan bahwa mobil dinas lama yang digunakan sejak 2018 sudah tidak lagi layak pakai. Beberapa kendaraan mengalami kerusakan berat dan tidak lagi bisa diandalkan untuk perjalanan dinas jarak jauh.
“Mobil kami sudah tua, sering bermasalah, bahkan ada yang mengeluarkan asap saat digunakan. Ini bukan soal kenyamanan pribadi, tapi soal efektivitas kerja,” ujar Sahudi pada Senin (10/03/2025).
Ia juga menyebut bahwa dibandingkan kabupaten lain di Jawa Timur, Bojonegoro termasuk yang paling lambat dalam melakukan pembaruan kendaraan dinas.
Taat Regulasi, Pilih Kendaraan Sesuai Kebutuhan
Sekretariat DPRD Bojonegoro menegaskan bahwa proses pengadaan kendaraan telah melalui mekanisme yang sah dan sesuai regulasi, termasuk Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
“Kami tidak asal beli. Semua diawali dari kebutuhan, dibahas di tingkat internal dan legislatif, serta sesuai aturan pengadaan yang berlaku,” jelas perwakilan Sekretariat DPRD.
Jenis kendaraan yang dipilih adalah Toyota Innova Zenix, kapasitas 2200 cc untuk wakil ketua dan 2500 cc untuk ketua. Pemilihan ini diklaim sebagai bentuk kehati-hatian agar tidak menimbulkan kesan berlebihan, tetapi tetap memenuhi kebutuhan mobilitas yang tinggi.
Pertimbangan Biaya dan Efisiensi
Selain faktor teknis dan usia kendaraan, DPRD juga mempertimbangkan efisiensi biaya dalam jangka panjang. Menurut Sahudi, perawatan mobil tua justru menelan anggaran besar dan berisiko mengganggu agenda kerja ketika mengalami gangguan di jalan.
“Mobil pribadi pun sebenarnya bisa kami pakai, tapi tidak efisien. Apalagi ada kebijakan ganjil-genap di Jakarta. Mobil dinas adalah fasilitas negara yang semestinya menunjang kerja wakil rakyat,” tambahnya.
DPRD dan Sekretariat mengaku terbuka terhadap kritik, namun berharap masyarakat bisa memahami bahwa pengadaan ini bukan sekadar belanja barang, melainkan bagian dari upaya menjaga performa lembaga.
“Tidak ada yang disembunyikan. Semua transparan dan tidak mengganggu anggaran sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan,” tutupnya.(red)