Membaca Ulang Majapahit di Tanah Kediri: Ruwatan Negara dan Ikrar Budaya Nusantara

 



Kediri, 26 juli 2025 — Di bawah langit cerah Situs Persada Ndalem Pojok, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kediri, angin sejarah kembali bertiup. 

Bukan sekadar upacara adat biasa, namun sebuah perjalanan spiritual dan kebudayaan yang mencoba menyatukan kembali serpihan-serpihan kejayaan Nusantara dalam satu peristiwa sakral: Ruwatan Negara.

Gelombang pertama datang dari timur. Sembilan tokoh budaya dari Mojokerto — tanah yang pernah menjadi pusat kejayaan Majapahit — hadir dengan semangat yang tak hanya membakar, tapi juga menyembuhkan. Dipimpin oleh Mbah Nur, Mbah Nanang, dan Mbah Simon, mereka tiba pada Minggu, 3 Agustus 2025, membawa lebih dari sekadar dukungan: mereka membawa ikrar kebudayaan.

“Ini bukan sekadar pertunjukan budaya,” tegas Mbah Nur dengan mata yang menyala. “Ini momentum spiritual dan historis untuk membangkitkan kembali kejayaan Nusantara. Kami akan hadir membawa simbol-simbol kebesaran Majapahit.”

Simbol-simbol itu bukan sekadar benda atau busana, melainkan semangat kolektif yang dikemas dalam bentuk kirab budaya yang akan diikuti lebih dari 100 seniman dan pegiat budaya dari Mojokerto. 

Mereka akan menjadi bagian dari jantung acara Ruwatan Negara yang digelar pada 18 Agustus 2025 mendatang. Sebuah tanggal yang dipilih bukan secara acak, melainkan sebagai pengingat bahwa kemerdekaan bukan hanya warisan politik, tapi juga jiwa kebudayaan yang tak boleh lekang.

Dalam kunjungannya ke lokasi, para budayawan ini menyusuri titik-titik strategis acara. Dari rute kirab, lokasi ruwatan, hingga menyapa para santri di Pesantren Jatidiri Bangsa Indonesia. 

Dialog yang terjadi bukan sekadar obrolan biasa, tapi percakapan lintas generasi — antara mereka yang menjaga memori masa silam dan mereka yang tengah belajar merawat masa depan.

Ruwatan Negara sendiri diinisiasi sebagai bentuk ikhtiar spiritual menyambut Indonesia sebagai Mercusuar Perdamaian Dunia. Di tengah kemelut global dan krisis identitas bangsa, upacara ini hadir bak suara lama yang diperdengarkan kembali: bahwa akar kekuatan Indonesia bukan hanya di politik dan ekonomi, tetapi juga dalam budaya dan spiritualitasnya.

Tak hanya Mojokerto, sejumlah daerah lain pun dikabarkan siap bergabung dalam gelombang kebudayaan ini. Kediri menjadi episentrum, tetapi gema peristiwa ini diyakini akan menjalar ke berbagai penjuru negeri. Ada harapan, bahwa dari tanah yang dahulu menjadi wilayah kekuasaan Majapahit, semangat persatuan dan kejayaan bisa kembali menyala.

Di tengah dunia yang kian bising oleh kompetisi dan dominasi, kirab dan ruwatan ini adalah bisikan lembut dari masa silam — yang berkata, "Bangsa besar tak pernah kehilangan jejak. Ia hanya perlu diingatkan kembali."

Dan di Kediri, ingatan itu sedang dibangkitkan.


Redaksi

Nothing..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama