Pastipas.id– Terpilihnya Tjong Ping sebagai Ketua Umum TITD Kwan Sing Bio Tuban seharusnya menjadi babak baru kepemimpinan di salah satu kelenteng terbesar di Indonesia.
Namun, kisruh dalam proses serah terima dan larangan dari karyawan pengelola terhadap kelompok pendukung Tjong Ping membuka babak lain: konflik internal yang mengoyak harmoni komunitas Tionghoa lokal.
Kisruh tersebut bahkan memunculkan insiden saling dorong ketika para pengurus dan umat yang mendukung Tjong Ping memaksa masuk ke altar utama. Penolakan dari pihak pengelola—yang disebut berasal dari puak berbeda—mengindikasikan bahwa persoalan dalam pemilihan ini lebih dalam dari sekadar beda visi organisasi. Ini adalah konflik lama yang belum tuntas.
TITD Kwan Sing Bio bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah simbol kekuatan spiritual, budaya, dan sejarah masyarakat Tionghoa di pesisir utara Jawa. Namun simbol itu goyah ketika pengelolaan kelenteng mulai dianggap berpihak dan tidak lagi menjadi rumah bersama.
Menurut salah satu umat yang hadir namun enggan disebut namanya, konflik ini sudah berlangsung lama.
“Ada pembelahan berdasarkan kelompok atau puak. Ini bukan soal siapa ketuanya, tapi siapa yang merasa lebih berhak mengatur kelenteng,” ujarnya.
Peristiwa ini menjadi cermin penting tentang tata kelola komunitas minoritas di ruang publik yang semakin kompleks. Ketika rumah ibadah tidak lagi dikelola secara transparan dan inklusif, maka yang muncul adalah ketegangan antarwarga yang sesungguhnya memiliki tujuan spiritual yang sama.
Tjong Ping sendiri belum memberikan pernyataan resmi pascaterpilih. Namun timnya menegaskan bahwa semua tahapan pemilihan dilakukan secara demokratis, dengan sistem suara terbanyak. “Kami hanya ingin mengembalikan kelenteng kepada umat,” ujar salah satu pendukungnya.
Pemerintah daerah, tokoh lintas agama, dan organisasi masyarakat sipil di Tuban diharapkan turun tangan memfasilitasi dialog terbuka. Jangan sampai konflik internal ini menjadi celah munculnya stigma atau bahkan intervensi dari luar komunitas.
Ketika rumah ibadah menjadi arena perebutan kuasa, maka nilai-nilai suci di dalamnya ikut tergerus. TITD Kwan Sing Bio layak menjadi tempat pemulihan dan persatuan, bukan panggung benturan kepentingan yang menambah luka lama.