Pastipas.id — Suasana Balai Desa Prangi pagi itu terasa berbeda. Tak sekadar rapat desa biasa, namun di ruang itu berkumpul semangat kolaborasi antar generasi—antara pemuda desa, pemerintah, dan mahasiswa yang ingin menyentuh kembali denyut nadi sejarah dan potensi alam Bengawan Solo melalui kegiatan bertajuk “Ngulik Solo Valley: Dari Sungai Legenda Sampai Potensi Masa Kini.”
Kegiatan ini merupakan bagian dari awal program kerja utama Kuliah Kerja Nyata Tematik Kolaboratif (KKN-TK) Kelompok 19 Universitas Bojonegoro. Para mahasiswa yang tergabung dalam kelompok ini memilih Geopark Undak Bengawan Solo sebagai pintu masuk untuk mengangkat potensi lokal sekaligus menanamkan nilai pelestarian kepada masyarakat.
Hadir sebagai narasumber utama, Amran Mansydea Saing, S.Par, dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro, memaparkan sejarah terbentuknya Undak Bengawan Solo yang kaya akan nilai geologis dan budaya. Ia menjelaskan bahwa kawasan ini terbentuk karena tiga faktor utama: proses sedimentasi Bengawan Solo, perubahan aliran sungai, dan percepatan sedimentasi yang membawa berbagai fosil. Dalam mengembangkan kawasan ini, menurut Amran, perlu memperhatikan prinsip 3A—Atraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas.
“Geopark bukan sekadar tempat wisata, tapi ruang edukasi yang hidup. Di sinilah peran masyarakat dan pemuda menjadi sangat penting,” ujar Amran dalam forum yang turut dihadiri Kepala Desa Prangi, perangkat desa, dan Karang Taruna.
Mahasiswa KKN-TK Kelompok 19 juga memaparkan serangkaian program yang akan mereka jalankan ke depan. Mulai dari pengembangan Geopark Undak Bengawan Solo dan wisata air di Waduk Tirto Agung, hingga pelatihan digital branding untuk pengelolaan pariwisata berkelanjutan.
Dalam program-program tersebut, Dinas Pariwisata akan menjadi mitra strategis. Tak hanya sebagai pemberi materi, tetapi juga pendamping dalam proses pelatihan dan perencanaan program desa wisata berbasis alam dan budaya lokal.
Melalui kegiatan ini, para mahasiswa berharap masyarakat Desa Prangi dapat memperoleh wawasan baru dan lebih siap mengelola potensi desa mereka secara berkelanjutan. Sementara itu, kehadiran mahasiswa juga menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi lintas sektor bisa menjadi fondasi kuat dalam membangun desa—dari sungai legenda menuju masa depan yang menjanjikan.(red)