Bojonegoro – Di balik toga hitam yang anggun itu, tersimpan kisah perjuangan yang penuh peluh dan air mata. Namanya Yuni Yusrotin, putri seorang tukang becak asal Bojonegoro, yang berhasil menorehkan prestasi gemilang sebagai lulusan terbaik Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang.
Dalam wisuda yang digelar beberapa waktu lalu di Auditorium II Kampus 3, Yuni berdiri tegak di hadapan ribuan pasang mata. Ia dinobatkan sebagai lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) nyaris sempurna, yakni 3,96. Prestasi yang bukan hanya hasil kecerdasan, melainkan juga buah dari kegigihan melawan keterbatasan.
Sejak menempuh pendidikan di MTs hingga MA Islamiyyah Attanwir, Yuni sudah menunjukkan ketertarikan pada ilmu biologi. Olimpiade demi olimpiade ia ikuti, hingga akhirnya memilih melanjutkan studi pada Program Studi Biologi UIN Walisongo Semarang melalui jalur prestisius SNMPTN.
Namun, langkah itu tak serta-merta mudah. Keterbatasan ekonomi membuat orang tuanya sempat bimbang melepas Yuni merantau. “Orang tua awalnya ragu, tapi saya yakin bahwa belajar adalah jalan untuk mengubah nasib,” ungkap Yuni penuh haru.
Perjuangan itu membuahkan hasil. Yuni berhasil meraih Beasiswa Sepuluh Sarjana Per Desa dari Pemkab Bojonegoro, setelah sebelumnya sempat gagal dalam pengajuan beasiswa pertama. Sejak semester tiga, ia dipercaya menjadi asisten laboratorium biologi, bahkan mendampingi riset dosen UIN Walisongo yang tengah menempuh studi lanjut di UGM dan IPB.
Semasa pandemi, Yuni pun sempat terhantam kesulitan mengikuti kuliah daring. Namun, semangatnya tak padam. Ia berhasil meraih Juara 6 Olimpiade Biologi OASE PTKI II se-Indonesia 2023, serta Bronze Medal dalam International Walisongo Science Competition 2023. Namanya juga tercatat sebagai pembicara di konferensi ilmiah nasional Universitas Riau dan berbagai forum akademik mahasiswa.
Tak hanya unggul di bidang akademik, Yuni aktif dalam berbagai organisasi, mulai dari KSM Riset dan Teknologi, Bank Sampah Walisongo, IKA-JATIM, hingga IKAMI. Ia juga pernah magang di BRIN Kebun Raya Bogor, yang memperkaya penelitian skripsinya mengenai taksonomi tanaman bonsai.
Sidang akhir berhasil ia tuntaskan pada Desember 2024, dengan masa studi hanya 3,5 tahun. Semua pencapaian ini, kata Yuni, tak lepas dari doa orang tua dan bimbingan para dosen.
“Bagi saya, pendidikan adalah warisan paling berharga. Gelar ini saya persembahkan untuk orang tua saya, terutama bapak yang tidak pernah lelah mengayuh becak demi masa depan anaknya,” tutur Yuni.
Kisah Yuni Yusrotin adalah cermin nyata bahwa mimpi tak pernah mengenal batas. Dari kursi becak di jalanan Bojonegoro, lahirlah seorang sarjana berprestasi yang mampu membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita.(red)
